Seberapa Ampuh Vaksin Sinovac Mencegah Infeksi Virus Corona?

Tampaknya, upaya para ilmuwan dalam menemukan vaksin corona telah membuahkan hasil dan menjadi harapan baru bagi seluruh masyarakat untuk mengalahkan pandemi COVID-19.

Dari beberapa calon kandidat, vaksin Sinovac yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech China, tampaknya aman digunakan dalam uji klinis tahap akhir di Brazil.

Sinovac adalah penyedia produk biofarmasi terkemuka di China. Perusahaan ini mengembangkan vaksin corona atau CoronaVac, khusus untuk SARS-CoV-2. CoronaVac adalah vaksin virus SARS-CoV-2 utuh yang tidak aktif secara kimiawi, sehingga membuatnya berbeda dari kandidat vaksin corona messenger-RNA (mRNA) yang diproduksi oleh Moderna dan Pfizer.

Butantan Institute, salah satu pusat penelitian biomedis terkemuka di Brazil, juga menyatakan bahwavaksin Sinovac terbukti aman dalam uji coba yang melibatkan 9.000 sukarelawan. Namun,Dimas Covas, direktur Butantan Institute, menyatakan bahwa data terkait seberapa ampuh vaksin Sinovac tidak akan dirilis sampai uji coba selesai hingga melibatkan 13.000 sukarelawan.

Penelitian Terkait Vaksin Sinovac

Vaksin Sinovac atau CoronaVac telah ditemukan untuk menginduksi respons imun pada orang dewasa sehat yang berusia 18–59 tahun, sejak 28 hari setelah divaksinasi. Namun, penelitian tahap awal menunjukkan bahwa tingkat antibodi yang dihasilkan oleh vaksin Sinovac masih lebih rendah daripada orang yang telah sembuh dari penyakit COVID-19.

Para peneliti juga telah mempublikasikan hasil uji coba ini pada bulan November 2020 di The Lancet. Data-data untuk mengetahui kualitas vaksin Sinovac, kemanjuran, dan keamanannya, diperoleh berdasarkanuji klinis fase 1 dan fase 2 yang dilakukan di China.

Sementara itu, uji klinisfase 3 akan sangat penting untuk menentukan apakah respons kekebalan yang dihasilkan oleh CoronaVac memang cukup untuk melindungi orang dari infeksi virus corona. Saat ini, vaksin Sinovac sedang menjalankan uji klinisfase 3 di Indonesia, Brazil, dan Turki.

Tahap 1

Uji klinis vaksin Sinovac fase 1 dilakukan pada 144 peserta yang dibagi menjadi dua kelompok vaksinasi, yaitu:

  1. Kelompok vaksinasi harike-0 danke-14 hari.
  2. Kelompok vaksinasi hari ke-0 dan ke-28 hari.

Sebanyak 36 peserta pertama dalam setiap kelompok ditugaskan ke subkelompok 1, yang menerima CoronaVac dosis rendah. Sementara itu, 36 peserta lainnya ditugaskan ke subkelompok 2, yang menerima CoronaVac dosis tinggi.Pada setiap subkelompok, peserta secara acak diberikan dua dosis CoronaVac atau dua dosis plasebo.

Tahap 2

Selanjutnya, dalam uji klinis fase 2, sebanyak 600 peserta yang berpartisipasijuga dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:

  1. Kelompok vaksinasi hari ke-0 danke-14 hari.
  2. Kelompok vaksinasi hari ke-0 dan ke-28 hari.

Setiap peserta menerima dua dosis, baik CoronaVac dosis rendah, dosis tinggi, atau plasebo. Dalam tahap ini, tim peneliti mengamati adanya efek samping dalam 28 hari setelah injeksi.

Hasil imunogenik primer, yang merupakan tingkat serokonversi antibodi penetral atau neutralizing antibody (NAb)terhadap SARS-CoV-2 hidup,ditemukan pada:

  • Hari ke-14 setelah dosis terakhir pada kelompok vaksinasi hari ke-0 dan ke-14.
  • Hari ke-28 setelah dosis terakhir pada kelompok vaksinasi hari ke-0 dan ke-28.

Uji klinis fase 1 dilakukan antara 16 dan 25 April 2020, sedangkan fase 2 dilakukan antara 3 dan 5 Mei 2020.

Reaksi yang dapat merugikan

Baik dalam uji klinis fase 1 dan 2, beberapa peserta melaporkan mengalami reaksi yang tidak diinginkan. Gejala yang umum terjadiadalah nyeri di bagian suntikan. Sebagian besar reaksi merugikan bersifat ringandan dapat pulih dalam waktu 48 jam. Tidak ada efek samping serius terkait vaksin Sinovac yang tercatat dalam 28 hari setelah dosis kedua vaksin diberikan.

Serokonversi antibodi penetral (NAb)

Serokonversi antibodi penetral adalah indikator yang menunjukkan vaksin telah menimbulkan respons imun terhadap SARS-CoV-2. Ada sekitar 50% peserta yang menerima suntikan setelah 14 harimengembangkan antibodi penetral (NAb) pada uji klinis fase 1. Sekitar 83% peserta yang menerima dosis kedua setelah 28 hari juga mengembangkan antibodi penetral.

Dalam uji klinis fase 2, sebanyak 98% peserta yang menerima suntikan kedua setelah 14 hari mengembangkan antibodi penetral. Sementara itu, semua yang mendapat suntikan kedua setelah 28 hari memiliki antibodi yang terdeteksi terhadap SARS-CoV-2.

Seberapa ampuh vaksin Sinovac untuk mencegah COVID-19?

Vaksin Sinovac adalah satu dari tiga vaksin COVID-19 yang telah digunakan oleh negara China untuk menyuntik ratusan ribu orang di bawah program penggunaan vaksin secara darurat. Vaksin ini dibuat dengan metode tradisional menggunakan virus mati yang tidak dapat bereplikasi dalam sel manusia untuk memicu respons kekebalan.

Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Lancet tahun 2020 menyimpulkan bahwa kualitas vaksin Sinovac dapat diandalkan, ditoleransi dengan baik, dan memicu respons humoral terhadap SARS-CoV-2, sehingga mendukungnya untuk penggunaan vaksin darurat di China. Penelitian tersebut berhasil menunjukkan CoronaVac dapat memicu respons antibodi yang cepat dalam empat minggu setelah vaksinasi dengan memberikan dua dosis vaksin pada interval 14 hari.

Sementara itu, Ricardo Palacios, peneliti CoronaVacdi Brazil yang berhasil diwawancarai oleh tim Reuters, menjelaskan bahwa CoronaVac memiliki keamanan yang sangat baikdaripada vaksin lainnya yang sedang dikembangkan. Inilah yang membuat penerimaan vaksin Sinovac jauh lebih besar oleh populasi. Negara Brazil juga berharap mendapatkan persetujuan regulasivaksin tersebut untuk menginokulasi populasinya pada awal 2021, dalam program vaksinasi pertama di Amerika.

Perkembangan vaksin Sinovac di Indonesia

Di Indonesia sendiri, presiden Jokowi juga telah memilih dan menyatakan bahwa kualitas vaksin Sinovac baik. Hal ini berdasarkan data-data yang diperoleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan(BPOM) saat melakukan peninjauan langsung terkait proses pembuatan CoronaVacdi China selama sebulan.

Meskipun kualitas vaksin Sinovac terbukti bagus, Penny Lukito, ketua BPOM, masih belum dapat memastikan keamanan dan khasiat dari vaksin ini sebelum ada izin dari World Health Organization (WHO) terkait Emergency Use of Authorization (EUA). Hingga saat ini, uji klinis fase 3 juga masih terus dilakukan di Indonesia, tepatnya di Bandung, sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan EUA dari WHO.

Oleh sebab itu, meskipun vaksin Sinovac telah tersedia di Indonesia, tetapi masih menunggu izin dari BPOM dan sertifikasi halal oleh MUI untuk melakukan proses penyuntikan vaksin.

Catatan penting

Para ahli memperingatkan bahwa keamanan calon vaksin corona yang tidak aktif harus diamati dalam periode yang lebih lama. Ini karena beberapa vaksin tidak aktif lainnya ada yang menyebabkan efek peningkatan penyakit, di mana antibodi yang dipicu oleh vaksin, alih-alih menawarkan perlindungan, justru memperburuk infeksi ketika orang tersebut terkena virus setelah inokulasi.

Seperti yang dituturkan oleh Naor Bar-Zeev, seorang profesor dari Universitas Johns Hopkins yang tidak terlibat dalam penelitian vaksin corona, hasil uji klinis terkait vaksin Sinovac harus diinterpretasikan dengan hati-hati sampai hasil tahap 3 dipublikasikan. Meskipun nanti vaksin Sinovac telah melalui uji klinis fase 3 danperizinan resmi, harus tetap berhati-hati.

Baca Juga :

Dokter Gigi Kembali bekerja setelah COVID-19

COVID-19: Akselerator yang Tidak Disengaja Untuk Transformasi Industri Gigi

Kasus patologi mulut: Manifestasi Lesi Mulut akibat COVID-19

Bagikan produk ke :