Dokter Gigi vs Tukang Gigi

Membahas keberadaan tukang gigi seperti tidak ada habisnya, masing-masing pihak memiliki argumennya masing-masing. Pihak Dokter gigi lebih mengacu pada keselamatan pasien sedangkan pihak tukang gigi mengacu pada tertutupnya pintu rejeki mereka. Masalah ini untuk sementara dapat dikatakan selesai dengan dikabulkannya tuntutan pemohon yang dalam hal ini adalah tukang gigi. Beberapa waktu belakangan ini justru menjamur “praktik” gadungan yang pelayanannya membuat masalah terkait tukang gigi terkesan seperti masalah yang remeh temeh. Kalau tukang gigi minimal ada organisasinya sedangkan para oportunis yang berpraktik ilegal akan lebih sulit untuk setidaknya ditemukan pelakunya. Kalaupun sekarang banyak terungkap oleh beberapa penggiat media sosial seperti akun kortugi, keberadaan mereka tetap akan lebih sulit diberantas. Jika dikatakan bahwa keberadaan mereka  adalah jawaban bagi masyarakat kelas bawah yang tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan pemasangan gigi palsu oleh dokter gigi, maka praktik gadungan tersebut membuka bisnisnya dengan harga yang bukan untuk kelas bawah. Hal tersebut hanya bermakna bahwa sungguh telah terjadi pembiaran dari pemerintah sebagai regulator. Dapat dibayangkan, para “dokter gigi” gadungan tersebut berani memberikan layanan layaknya dokter gigi yang harus menempuh pendidikan yang lama dan tidak mudah. Baca Juga: Rumah Sakit Nirlaba Produk Hukum Setengah Hati “Penyimpangan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh tukang gigi ataupun juga karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh tukang gigi dalam menjalankan pekerjaannya dapat diselesaikan melalui pembinaan, perizinan, dan pengawasan” Kalimat di atas merupakan kutipan pendapat majelis dalam sidang yang sempat menghebohkan dunia kedokteran gigi di Indonesia. Sebenarnya, secara akal sehat profesi tukang gigi sebenarnya bukanlah ancaman bagi dokter gigi jika dibiarkan eksis. Kasarnya kedua profesi memang bisa berdampingan melakukan pelayanan sesuai kewenangan masing-masing. Kedua profesi tersebut baik dokter gigi maupun tukang gigi juga memiliki target pasar yang berbeda sehingga relatif tidak saling merugikan. Secara teori pula, apabila tukang gigi benar-benar konsekuen dengan apa yang tertera pada kewenangannya maka kejadian yang sering dilaporkan sejawat dokter gigi selama ini tidak sering terjadi. Untuk sementara ini minimal ada komitmen dari pemerintah dan ada peraturan yang harus ditaati oleh setiap orang yang berprofesi sebagai tukang gigi. Beberapa peraturan yang menyangkut praktik tukang gigi diantaranya adalah Pasal 1 angka 1 Permenkes 39/2014 bahwa yang dimaksud dengan tukang gigi adalah setiap orang yang mempunyai kemampuan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan, kemudian ada pula pasal 2 ayat (1) Permenkes 39/2014 yang berbunyi semua tukang gigi yang menjalankan pekerjaan tukang gigi wajib mendaftarkan diri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota setempat untuk mendapat izin tukang gigi. Izin tukang gigi tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan Pasal 2 ayat (3) Permenkes 39/2014   Kewenangan Tukang Gigi Kewenangan tukang gigi diatur dengan Pasal 6 ayat (2) Permenkes 39/2014 yang isinya diantaranya adalah: a. membuat gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan; dan b. memasang gigi tiruan lepasan sebagian dan/atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylicdengan tidak menutupi sisa akar gigi. Kemudian untuk larangan bekerja di luar kewenangannya diatur di dalam Pasal 9 Permenkes 39/2014 yang berbunyi: a. melakukan pekerjaan selain kewenangan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2); b. mewakilkan pekerjaannya kepada orang lain; c. melakukan promosi yang mencantumkan pekerjaan selain yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2); dan d. melakukan pekerjaan secara berpindah-pindah. Tukang gigi dikategorikan sebagai pelaku usaha penyedia jasa sehingga apabila terjadi kerugian akibat tindakan mereka maka dapat dilaporkan dengan menggunakan dasar hukum perlindungan konsumen Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen. Sedangkan dari pihak tukang gigi sebagai pelaku usaha wajib memenuhi kewajiban seperti yang tertera pada Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen. Baca Juga: Kembangkan Klinik Gigi Anda Menjadi Berbeda: Berpikirlah Seperti Pasien Berbagai peraturan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan tukang gigi bukanlah ancaman bagi dokter gigi sebenarnya, sebab sekali seseorang mengaku sebagai tukang gigi atau melakukan kegiatan yang menyerupai apa yang dilakukan mereka, maka ada banyak aturan yang akan menjadi pedoman. Masalah yang terjadi sekarang adalah tukang gigi disamakan atau dipukul rata dengan praktik ilegal sebagian anggota masyarakat yang menjalankan profesi berbahaya yang jelas tidak masuk kategori pekerjaan tukang gigi. Jika mereka sementara ini dapat dikategorikan sebagai pengobat tradisionil seperti halnya pengobatan alternatif, maka praktik ilegal yang marak sekarang ini dapat dengan mudah dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Harapan ke depan tentu saja fenomena ini segera mendapatkan perhatian serius serta semua pihak pemangku kepentingan segera bersatu dalam pemahaman yang sama untuk tidak gagap terkait dengan praktik ilegal kedokteran gigi.

Tags :

#dental distributor #dental supplier #distributor dental #Distributor Dental Unit #Distributor dokter gigi #Distributor gigi #Distributor Kursi Dental #Jual Alkes #PT Cobra Dental Indonesia #Supplier Alat kedokteran gigi #Supplier Alat kesehatan #Supplier alkes #supplier dental #Supplier Dental Unit #Supplier dokter Gigi #supplier gigi #Supplier kedokteran gigi #Supplier Kursi Dental

Bagikan produk ke :